Hai Juni, Satu Tahun yang Lalu.

by Rabu, Juni 01, 2016 0 komentar
20:27 WIB saat kulihat jam di sudut kanan bawah laptopku ketika memulai untuk menulis malam ini.
Lagi, fokusku teralihkan dari mengerjakan RPP bersama seluruh perangkat pembelajarannya jika sudah mulai terkoneksi dengan internet.
Berawal dari iseng membuka salah satu akun sosmed yang berantai kubuka akun lainnya, membaca blog seseorang dan tergoda kubuka blogku sendiri, aku tersentil karena mengingat satu hal.
Hari ini, kalau bukan karena pengalaman setahun yang lalu, aku tidak mungkin berada di sini. Bandung.

Setahun yang lalu, bahkan seperti kenangan yang sengaja dikubur untuk hanya dijadikan ingatan pribadi, aku merasa sangat egois karena sudah melakukannya.
kau tahu kenapa? Karena aku sempat menolak untuk menuliskannya dalam bentuk apapun.

Laut dari atas bukit Liman, P. Semau

Setahun yang lalu, angin dan langit itu berbicara.
Setahun yang lalu, laut itu menjelma menjadi sebuah aksara tentang pengabdianku di sudut pulau kecil Nusantara, Pulau Semau, Nusa Tenggara Timur.
Aku menemukan wajah asli Ibu pertiwiku dari matanya, mata mereka, murid-muridku.
Aku merindukannya. Lebih dari itu, ada sebentuk hati yang terlanjur aku tinggalkan di sana.
Aku bukanlah pengajar yang baik untuk mereka, karena aku sadar merekalah guru yang sebenarnya, yang tumbuh alami dari didikan alam tepat di bawah kaki langit yang jauh dari jangkauan teknologi komersil yang mengusik.

Gerhana bulan terlihat jelas di Naikean
Aku ingat malam itu, ketika merencanakan untuk pergi ke pantai bersama rekanku. aku bertemu dengan salah satu muridku di sana bersama dengan ayahnya yang sedang memancing ikan menggunakan kail dan benang, sederhana sekali. Aku berjalan menghampirinya dan menyapa keduanya. Laut terlalu gelap tanpa ada penerangan apapun kecuali cahaya bulan. Mendadak aku teringat satu hal ketika jarak antara aku dengan mereka hanya hitungan jengkal, tentang cerita tak mengenakan tempo hari di sekolah. 
Muridku, yang memiliki garis wajah dan warna kulit keturunan Jawa memang sangat menarik perhatianku sejak hari pertama kulabelkan diriku sebagai seorang guru di sekolah itu. Ia lahir dari seorang ibu asli Jawa dan ayahnya berasal dari Rote. Ibunya meninggal tidak lama setelah ia lahir dan ayahnya kini sudah menikah lagi dan memberikan 4 orang adik yang masih sangat kecil-kecil.
Muridku ini teramat pendiam di kelas, namun banyak terlibat kasus yang membuatnya dicap sebagai anak nakal, terutama menyangkut hal absen sekolah karena ia sering sekali membolos. Aku tidak mengerti bagaimana wajah polos itu bisa menjadi tidak patuh terhadap peraturan. Setelah kuselidiki, barulah aku tahu bahwa ia membolos bukan atas kemauannya, melainkan perintah ibu tirinya yang memintanya untuk mengasuh adik-adiknya selama wanita paruh baya itu sibuk mengikat agar-agar (rumput laut) di laut.
Perlu kuinformasikan terlebih dahulu, bahwa tempatku mengabdi merupakan pulau penghasil komoditas rumput laut terbesar di NTT. 
Label tersebut memberikan alasan pahit kenapa saat musim ikat dan panen tiba, banyak muridku yang hilang dari peredaran sekolah dan beralih sibuk di laut. 

Rumah laut untuk menjemur rumput laut
Masalah utama yang menyebabkan kekerdilan pendidikan di tanah ini bukan karena gadget ataupun pengaruh buruk sinetron seperti halnya di Jakarta, melainkan paradigma orang tua mereka yang menganggap naik turunnya harga jual rumput laut jauh lebih penting daripada kehadiran anak-anaknya di sekolah.
21:41 WIB, apakah malam ini sedang purnama?
Dengan beda waktu 1 jam lebih cepat di sana, aku bisa membayangkan kaki-kaki kecil itu sedang menjajaki surutnya pantai untuk mencari gurita di bebatuan dan karang dangkal.
Mereka, aku tak berharap mereka mendapatkan guru sepertiku lagi yang tak bisa memberikan banyak.
Namun harapku jelas, bukan untuk memamerkan secuil pengabdian, tapi semoga ada bagian dari diriku yang tak membuat mereka lupa tentang nikmatnya memperjuangkan mimpi dan harapan melalui pendidikan.
:)


Aku, mereka, dan kelas kebanggaanku







HalloRufi

Blogger

tidak semua yang kutulis adalah tentangmu, dan tidak semua yang kamu baca adalah tentangku. Aku hanya menitipkan sebagian hatiku di sini.

0 komentar:

Posting Komentar

luvne.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com tipscantiknya.com kumpulanrumusnya.comnya.com