"Sedekat apapun jaraknya, jika memang sudah selesai, tidak akan ada lagi pertemuan"

Ibarat menulis surat di perahu kertas, sepertinya ia sudah sampai di dermaga walau butuh waktu lebih lama, bahkan hampir saja tak bersisa karena tergerus waktu.

Namun, siapa sangka dia menemukan cara untuk ditemukan. 

Kadang ya, aku berpikir..apa mungkin ini bagian dari doaku 'dulu' untuk bisa sampai padanya 'nanti' seperti isi surat itu. Walau sebetulnya, lebih banyak rasa khawatir dari pada penasaran yang ingin tersampaikan kalau kutahu kejadiannya akan di masa kini.

Membuka kembali komunikasi, bahkan tidak ada sama sekali dalam prediksi.

Tapi sepertinya, banyak hal tidak bisa hanya sebuah kebetulan. Entah dengan tujuan apa, namun aku tahu, mungkin ini cara Tuhan menyampaikan bahwa magnet rasa itu ada.

Bisa jadi, dari mimpi yang berulang atau tak sengaja mengalami hal yang mengingatkan, magnet itu bekerja. Namun sekali lagi, tak segala hal harus mewujud rupa, bisa jadi cukup hanya dirasa saja.

Satu yang pasti, lebih dari cukup mengetahui kabarmu kini adalah hal yang disyukuri. Terima kasih sudah memberiku ruang untuk bisa jujur tempo hari. 

Kukira, kenangan adalah hal yang akan ikut tumbuh seiring berjalannya waktu. Ternyata tidak. 
Kenapa sih hal-hal kaya gini telat sadarnya?

Seperti halnya mainan yang kamu simpan dalam kotak-kotak berbagai ukuran. Kenangan juga begitu. Semua tertata rapih dalam kotak ingatan, tapi tidak selalu kamu buka kembali untuk dimainkan. 

Bisa jadi, kamu akan membeli mainan baru, dan yang sebelumnya kamu tinggalkan. Tidak benar-benar lupa, tapi saat kamu buka kembali ternyata bentuknya masih sama, sedangkan kamu sudah bertumbuh begitu dewasa.

Aku ingat teman-teman masa kecilku, sebagian perjalanan cintaku, dan hal-hal lain yang ternyata aku mengenalnya untuk saat itu, bukan saat ini. 

Ketika aku menemukannya di waktu saat ini, aku hanya mengingatnya di masa itu. Kenanganku berhenti di terakhir kali kami bertemu. 

Jadi, kenapa orang dewasa sering mengatakan "loh, ko kamu udh besar ya, perasaan pertama ketemu masih bayi loh", itu bukan hanya basa basi, melainkan ia sedang membuka salah satu kotak ingatannya yang menjadi kenangan.

Aku tidak tahu, apakah seseorang yang kutemui terakhir kali dan kusimpan banyak kenangannya itu masih orang yang sama atau tidak, karena kami bertumbuh, namun kenangan tidak.

.

People change, come and go~

Memori bisa menetap dalam berbagai bentuk, bisa rupa, bisa juga rasa.

Kali ini, aku mau membahas tentang memori yang seketika hidup kembali dalam bentuk rasa, bukan hanya soal hati ya, tapi ini tentang makanan.

Pasti setiap kita akan punya cerita dibalik beberapa makanan yang akhirnya menjadi "favorit" atau sebaliknya.

Aku hanya akan mulai dengan makanan yang memberikan kesan mendalam, tidak selalu favorit tapi setiap kali aku makan, semua kenangan itu hidup kembali.

1. Opor ayam

Iya, opor ayam dengan kuah santan kuning (versiku). Kenapa ini berkesan? Bukan dari hasil masakan ibuku, tapi masakan ibu temanku. Dulu, waktu SD saat ekonomi keluargaku sangat di bawah, aku punya teman sekelas asli Padang, rumahnya dekat dengan rumahku, sama2 ngontrak, juga sama2 terbatas ekonominya, punya 3 orang adik laki2. Hampir setiap hari, uminya (kupanggil umi juga) selalu masak opor ayam, yang kutahu sudah dijatah jumlah dagingnya untuk sekeluarga. Namun, setiap kali aku main dan masuk jam makan siang, uminya selalu menyuruh aku ikut makan bersama. Sebuah kemewahan saat itu untuk bisa makan opor ayam, sedangkan di rumah, ibuku bahkan tidak masak. Entahlah, rasa opor ayamnya benar2 membekas sampai sekarang, yang walaupun aku bisa masak sendiri, tetap belum bisa sama persis dengan yang beliau buat. Semoga Allah selalu menjaga mereka sekeluarga, karena aku tak tahu keberadaannya sekarang.

2. Dunkin Donut

Walaupun saat ini jadi produk boikot, tapi sejujurnya aku punya kenangan sangat manis dengan kudapan satu ini. Dulu, setiap kali bapak selesai mengerjakan orderan lemari, yang artinya beliau pulang membawa uang, oleh-oleh yang selalu dibawa adalah donat merk ini. Dengan hampir seluruh isiannya adalah donat filling selai buah, favoritku strawberry dan durian. Saat itu, baru hanya ada aku dan adikku si anak kedua. Kita pasti berebut dan dalam sehari donat selusin itu pasti habisss..

3. Mie Ayam 

Harus kusebutkan lengkapnya, mie ayam Mas Eko. Hahaha. Kenapa dengan mie ayam Mas Eko? Jadi, waktu aku SD ini adalah mie ayam pertama yang aku coba. Harganya masih seribu rupiah semangkuknya. Bayangkan inflasinya harga rupiah dibandingkan dengan sekarang. Entahlah, mie ayamnya punya aroma khas yang enak bangettt, bahkan aku bisa menciumnya dari jarak cukup jauh. Hahaha, saking sukanya kayanya hampir tiap hari saat jam istirahat aku pasti beli. Sampai-sampai, pernah suatu ketika ada acara kenaikan kelas dan disebutkan juara kelasnya, namaku disebut dengan embel-embel "anak ini doyan banget makan mie ayam" oleh guruku, dan semua orang langsung tahu itu aku. Bahkan sampai Mas Eko pun notice dan setelahnya memberikan semangkuk mie ayam gratis sebagai hadiah. Sayangnya Mas Eko pindah saat aku lulus SD, ada yang bilang beliau kembali ke kampung halamannya dan tak pernah kembali lagi.

4. Yamien 88 Cijantung

Salah satu kedai mie yamien yang cukup tersohor saat aku SMA. Karena memang banyak cabangnya yang juga dekat dengan sekolahku di Cijantung, Jakarta Timur. Bahkan katanya ownernya adalah keluarga salah satu kakak kelasku. Dulu harga semangkuknya Rp 4.500,- jadi dengan lima ribu aku bisa beli semangkuk plus aqua gelas. Uang jajanku saat SMA juga sangat terbatas karena lagi-lagi ekonomi keluarga sedang sulit, sedangkan jarak sekolahku dengan rumah cukup jauh. Butuh 2 kali naik angkot dan 1 omprengan untuk ke sekolah yang berada di wilayah komplek kopassus tsb. Jadi, jika dipotong ongkos, uang jajanku sekitar tujuh ribuan, dan kalau mau ke yamien bareng teman2, kita sering memutuskan jalan kaki, apalagi jika habis latihan Paskibra, pasti ramai yang bergabung. Rasa khas yamien inituh manis, pedas, asam. Ala-ala 'misdaseum' lah ya. Tapi entah kenapa, walaupun sampai sekarang rasanya masih sama, namun peminatnya sudah jauh berkurang. Setiap kali aku sengaja mampir, tidak seramai dulu yang sampai waiting list. Ya, mungkin karena selera orang berubah ya. Kalau sekarang, harga semangkuknya sekitar 18rb-23rb. Tetap worth it menurutku.

5. The last but not least, Soto Mba Yanti

Kayaknya kalau aku mampir lagi ke kampusku di Setiabudhi, semoga beliau masih jualan. Dulu jaman kuliah, karena aku ngekost, ini adalah makanan favorit yang bahkan bisa aku makan 2x untuk siang dan malam. Hahaha, enak bangetttt apalagi soto cekernya. Pernah sampai aku kena alergi gara-gara abis makan soto ceker, tapi begitu sembuh lanjut makan lagi. Beliau sampai hafal dengan kebiasaanku makan, berapa sendok sambel, dan selalu kasih lebihan ayam atau tulang. Terakhir kembali ke sana untuk makan, saat Nata usia 3 tahunan, dan beliau masih tetap ingat aku. Sehat-sehat ya Mba Yanti..

.

Sebetulnya masih ada banyak lagi makanan dengan kenangan di dalamnya. Kenapa tidak ada masakan ibuku? Ya karena kalau itu jelas semuanya enaakk. 😆 

Bagaimana dengan mie aceh? sudah dibahas tersendiri jauh sebelumnya ya.

Pernah mendengar istilah itu?
Bisa jadi ada kehidupan lain dengan kita sebagai tokohnya namun berbeda keadaan dan waktu.

 Tidak ada kalimat yang lebih cocok untuk menggambarkan proses menjadi dewasa, selain "Menjadi dewasa itu sulit, bahkan sebagai wanita yang sudah menjadi ibu pun, aku tetap butuh ibu dan tetap ingin menjadi seorang anak."

"Students who are loved at home, come to school to learn. And students who aren't, come to school to be loved."

Rasanya setiap mengulang tahun ajaran, entah mengajar di kelas yang sama atau pindah kelas beda tingkat, selalu terasa "baru" menjadi guru. Tentu, faktor aku yang masih harus banyak belajar juga sebagai salah satu syaratnya. 

Pernah ada di titik jenuh untuk bisa memahami orang lain, baik itu siswa ataupun diri kita sebagai pendidik. Inginnya bisa membuat pembelajaran ideal, tapi ternyata kita sadar bahwa menjadi guru tetaplah manusia dengan segala keterbatasannya. 

Beberapa kali lihat studi kasus yang terjadi di dunia pendidikan saat ini, ada case dalam sudut pandang orang tua yang merasa kecewa dengan kebijakan sekolah, siswa yang mengalami degradasi moral, guru yang mengeluhkan kurikukulum beserta administrasinya. Padahal sebetulnya ada benang merah yang menghubungkan. 

"Kita tidak benar-benar merdeka dalam menikmati pendidikan"

Demi kenangan yang tidak pernah dibuat-buat, ataupun cerita pagi hingga malam yang tidak pernah berujung. Jika memang rindu masih saja tak berkesudahan, mungkin bukan temu atau sapa yang diharapkan, melainkan lupa..

luvne.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com tipscantiknya.com kumpulanrumusnya.comnya.com